KEMATIAN

       
PANDANGAN AGAMA TENTANG MAKNA KEMATIAN
    Sebahagian manusia ada yang tabu jika membicarakan tentang kematian, apalagi tentang bekal menghadapi kematian, dan mereka terperangan ketika kematian itu tiba.
     Sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mati, hanya tidak ada di antara kita yang mengetahui kapan kematian itu akan datang, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita semua agar selalu mengingatnya dan menyiapkan diri dengan bekal setelah kematian itu.
      Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Perbanyaklah mengingat yang memutuskan kenikmatan (maksudnya: kematian)." Dalam hadits ini Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita semua agar selalu mengingat kematian yang suatu saat pasti akan tiba, bahkan seringkali datang tanpa terduga dan secara tiba-tiba.
      Ibnu Umar RA berkata: "Aku sedang duduk bersama Rasulullah, maka datanglah seorang laki-laki dari golongan Anshar, lalu ia memberi salam kepada Nabi seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, mukmin yang seperti apa yang paling utama? Beliau menjawab: 'Yang paling baik akhlaknya.' Ia bertanya lagi, 'Mukmin seperti apakah yang paling cerdas? Beliau menjawab: "Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas."
      Inilah standar kecerdasan yang sebenarnya, yaitu tidak pernah melupakan sesuatu yang pasti akan tiba dan menyiapkan diri dengan sebenarnya untuk hal itu. apakah kita sudah memulai untuk melaksanakan perintah Rasulullah SAW ini? Kalau kita sudah memulainya, lalu bagaimana dengan orang-orang terdekat kita?
      Para ulama berpendapat; sabda Rasulullah SAW "Perbanyaklah mengingat yang memutuskan kenikmatan (maksudnya: kematian)." Merupakan kalimat ringkas yang menggabungkan peringatan dan nasehat, maka orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti akan mengurangi kenikmatan kehidupan dunia yang dia rasakan dan menghalanginya berangan-angan yang tak berujung, serta membuat dia bersikap zuhud terhadap kenikmatan kehidupan dunia yang semu.
      Dalam Al-Quran berulang kali ditekankan bahwa ada kehidupan di dunia dan ada pula kehidupan di akhirat. Pertama dinamai Al-Quran al-hayat ad-dunya (kehidupan yang rendah), yang kedua dinamai al-hayawan (kehidupan yang sempurna). "Sesungguhnya negeri akhirat itu adalah al-hayawan (kehidupan yang sempurna" (QS 29:64). Dijelaskan pula bahwa, "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, sedang akhirat lebih baik bagi orang-orang bertakwa, dan kamu sekalian (yang bertakwa dan yang tidak) tidak akan dianiaya sedikitpun (QS 14:77). Di lain ayat dinyatakan, "Hai orang-orang yang beriman, mengapa jika dikatakan kepada kamu berangkatlah untuk berjuang di jalan Allah, kamu merasa berat dan ingin tinggal tetap di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini dibanding dengan akhirat (nilai kehidupan duniawi dibandingkan dengan nilai kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit (QS 9:38).
      Di sanalah diperoleh keadilan sejati yang menjadi dambaan setiap manusia, dan di sanalah diperoleh kenikmatan hidup yang tiada taranya. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesempurnaan itu, adalah kematian, karena menurut Raghib Al-Isfahani: "Kematian, yang dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantar manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain, sebagaimana diriwayatkan bahwa, "Sesungguhnya kalian diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kalian harus berpindah dan satu negeri ke negeri (yang lain) sehingga kalian menetap di satu tempat." (Abdul Karim AL-Khatib, I:217)
     Kematian itu walaupun kelihatannya adalah kepunahan, tetapi pada hakikatnya adalah kelahiran yang kedua. tidak akan mencapai kesempurnaannya kecuali apabila manusia meninggalkan dunia ini atau kematian.

     Ada beberapa istilah yang digunakan kitab Al-Quran untuk menunjuk kepada kematian, antara lain al-wafat (wafat), imsak (menahan). Firman Allah SWT, "Allah mewafatkan jiwa pada saat kematiannya, dan jiwa orang yang belum mati dalam tidurnya, maka Allah yumsik (menahan) jiwa yang ditetapkan baginya kematian, dan melepaskan yang lain (orang yang tidur) sampai pada batas waktu tertentu." (QS 39:42)
      Al-Quran juga menyifati kematian sebagai musibah malapetaka (baca QS 5:106), tetapi agaknya istilah ini lebih banyak ditujukan kepada manusia yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Dalam artian bahwa kematian dapat merupakan musibah bagi orang-orang yang ditinggalkan sekaligus musibah bagi mereka yang mati tanpa membawa bekal yang cukup untuk hidup alam berikutnya.
      Kematian juga dikemukakan oleh Al-Quran dalam konteks menguraikan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia. Dalam surat Al-Baqarah (2): 28 Allah mempertanyakan kepada orang-orang kafir. "Bagaimana kamu mengingkari (Allah) sedang kamu tadinya mati, kemudian dihidupkan (oleh-Nya), kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya."
      Muhammad Iqbal menegaskan bahwa mustahil sama sekali bagi manusia yang mengalami perkembangan jutaan tahun, untuk dilemparkan begitu saja bagai barang yang tidak berharga. Tetapi itu baru dapat terlaksana apabila ia mampu menyucikan dirinya secara terus menerus. Penyucian jiwa itu dengan jalan menjauhkan diri dari kekejian dan dosa, dengan jalan amal saleh. Pada ayat suci al-Quran Allah SWT menegaskan bahwa, "Mahasuci Allah Yang di dalam genggaman kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya Dia Mahamulia lagi Maha Pengampun" (QS 67: 1-2).
      Demikian terlihat bahwa kematian dalam pandangan Islam bukanlah sesuatu yang buruk, karena di samping mendorong manusia untuk meningkatkan pengabdiannya dalam kehidupan dunia, ia juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi.

KEMATIAN HANYA KETIADAAN HIDUP DI DUNIA
      Ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi menunjukkan bahwa kematian bukanlah ketiadaan hidup secara mutlak, tetapi ia adalah ketiadaan hidup di dunia, dalam arti bahwa manusia yang meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di alam lain dan dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya. "Janganlah kamu menduga bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, tetapi mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki" (QS 3: 169). "Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang meninggal di jalan Allah bahwa 'mereka itu telah mati,' sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya" (QS 2:154).
      Imam Bukhari meriwayatkan melalui sahabat Nabi Al-Bara' bin Azib, bahwa Rasulullah Saw., bersabda ketika putra beliau, Ibrahim, meninggal dunia, "Sesungguhnya untuk dia (Ibrahim) ada seseorang yang menyusukannya di surga."
      Sejarawan Ibnu Ishak dan lain-lain meriwayatkan bahwa ketika orang-orang musyrik yang tewas dalam peperangan Badar dikuburkan dalam satu perigi oleh Nabi dan sahabat- sahabatnya, beliau "bertanya" kepada mereka yang telah tewas itu, "Wahai penghuni perigi, wahai Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Ummayah bin Khalaf; Wahai Abu Jahl bin Hisyam, (seterusnya beliau menyebutkan nama orang-orang yang di dalam perigi itu satu per satu). Wahai penghuni perigi! Adakah kamu telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanmu itu benar-benar ada? Aku telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhanku." "Rasul. Mengapa Anda berbicara dengan orang yang sudah tewas?" Tanya para sahabat. Rasul menjawab: "Ma antum hi asma' mimma aqul minhum, walakinnahum la yastathi'una an yujibuni (Kamu sekalian tidak lebih mendengar dari mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawabku)."
      Demikian beberapa teks keagamaan yang dijadikan alasan untuk membuktikan bahwa kematian bukan kepunahan, tetapi kelahiran dan kehidupan baru.

MENGAPA TAKUT MATI?
      Ayat Al-Quran seperti dikemukakan, menggambarkan bahwa hidup di alam akhirat itu akan jauh lebih baik daripada kehidupan dunia. "Sesungguhnya akhirat itu lebih baik untukmu daripada dunia" (QS 93:4).
      Musthafa Al-Kik menulis dalam bukunya Baina Alamain menyatakan bahwasanya kematian yang dialami oleh manusia dapat berupa kematian mendadak seperti serangan jantung, tabrakan, dan sebagainya, dan dapat juga merupakan kematian normal yang terjadi melalui proses menua secara perlahan. Baik yang mati mendadak maupun yang normal, kesemuanya itu akan mengalami apa yang dinamai sakarat al-maut (sekarat) yakni semacam hilangnya kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dan jasad manusia tersebut..
      Dalam keadaan mati mendadak, sakarat al-maut itu hanya terjadi beberapa saat singkat, yang mengalaminya akan merasa sangat sakit karena kematian yang dihadapinya ketika itu diibaratkan oleh Nabi Muhammad Saw.- seperti "duri yang berada dalam kapas, dan yang dicabut dengan keras." Banyak ulama tafsir menunjuk ayat Wa nazi'at gharqa (Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras) (QS 79: 1), sebagai isyarat kematian mendadak. Sedang lanjutan ayat surat tersebut yaitu Wan nasyithati nasytha (malaikat-malaikat yang mencabut ruh dengan lemah lembut) sebagai isyarat kepada kematian yang dialami secara perlahan-lahan.
      Kematian yang melalui proses lambat itu dan yang dinyatakan oleh ayat di atas sebagai "dicabut dengan lemah lembut," sama keadaannya dengan proses yang dialami seseorang pada saat kantuk sampai dengan tidur. Surat Al-Zumar(39):42 yang dikutip sebelum ini mendukung pandangan yang mempersamakan mati dengan tidur. Dalam hadist Nabi Muhammad Saw kita diajarkan bahwasanya tidur identik dengan kematian. Bukankah doa yang diajarkan Rasulullah Saw. untuk dibaca pada saat bangun tidur adalah: "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami (membangunkan dari tidur) setelah mematikan kami (menidurkan). Dan kepada-Nya jua kebangkitan (kelak)."
      Pakar tafsir Fakhruddin Ar-Razi, mengomentari surat Al-Zumar (39): 42 sebagai berikut: "Yang pasti adalah tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi."
      Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa, "Seorang mukmin, saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya dengan orang kafir yang juga diperlihatkannya kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan."
      Allah berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘'Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula bersedih,serta bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah kepada kamu." (QS 41: 30)
      Turunnya malaikat tersebut menurut banyak pakar tafsir adalah ketika seseorang yang sikapnya seperti digambarkan ayat di atas sedang menghadapi kematian. Ucapan malaikat, "Janganlah kamu merasa takut" adalah untuk menenangkan mereka menghadapi maut dan sesudah maut, sedang "jangan bersedih" adalah untuk menghilangkan kesedihan mereka menyangkut persoalan dunia yang ditinggalkan seperti anak, istri, harta, atau hutang.
      Sebaliknya ayat al-Quran mengisyaratkan bahwa keadaan orang-orang kafir ketika menghadapi kematian sulit terlukiskan: "Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, 'Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar' (niscaya kamu akan merasa sangat ngeri)" (QS Al-Anfal [8]: 50). "Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata, 'Keluarkanlah nyawamu! Di hari ini, kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah perkataan yang tidak benar, dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya" (QS 6:93).
      Manusia harus mempercayai dirinya dalam menghadapi kematian dengan jalan selalu ingat dan meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak seorang pun akan luput darinya, karena "kematian adalah risiko hidup." Bukankah Al-Quran menyatakan bahwa, "Setiap jiwa akan merasakan kematian" (QS Ali 'Imran [3]: 183). "Kami tidak menganugerahkan hidup abadi untuk seorang manusiapun sebelum kamu. Apakah jika kamu meninggal dunia mereka akan kekal abadi? (QS 21:34).
      Keyakinan akan kehadiran maut bagi setiap jiwa dapat membantu manusia dalam mempersiapkan musibah kematian. Karena, seperti diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam kegembiraan, semakin besar pengaruh kegembiraan itu pada jiwa; sebaliknya, semakin banyak yang tertimpa atau terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul."
      Demikian Al-Quran menggambarkan kematian yang akan dialami oleh manusia yang taat dan durhaka, dan menginformasikan tentang kematian yang dapat mengantar seorang mukmin agar tidak merasa khawatir menghadapinya. Sementara, yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan. Semoga kita semua mendapatkan keridhaan Ilahi dan surga-Nya.
"Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar." (niscaya kamu akan merasa sangat ngeri) (QS. 8 : 50).
      "Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata), "Keluarkanlah nyawamu !" Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya". (Qs. Al- An'am : 93).
      Cara Malaikat Izrail mencabut nyawa tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan, bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada Allah, maka Malaikat Izrail mencabut nyawa secara kasar. Sebaliknya, bila terhadap orang yang sholeh, cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati.
      Ketika nyawa seseorang akan dicabut, datang berbagai fitnah kepadanya. Iblis memerintahkan kepada anak buahnya untuk menggodanya, mereka mendatangi dengan menjelma sebagai sosok orang-orang yang tercinta yang sangat ia hormati : seperti ayah, ibu, kakak, adik, teman karib, dan lain sebagainya. Mereka menyatakan sebentar lagi kamu akan mati hai Fulan, dan kami telah mendahuluimu. Matilah kamu sebagai orang yang beragama Yahudi, karena ia adalah satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah, jika ia berpaling dan menolak ajakan itu datang lagi anak buah iblis yang lain dan berkata matilah kamu sebagai orang yang memeluk agama Nasrani, karena ia adalah agama Isa Almasih yang menghapus agama Musa.
      Bagaimanakah jika sakaratul maut itu, datang kepada kita ? Apakah kita sudah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (akhirat)?
      Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, pasal hadits-hadits para nabi, bab kematian Nabi Musa, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa: " Malaikat maut diutus kepada Nabi Musa (dengan menyerupai manusia) membawa kabar kematian. Maka Nabi Musa menampar mukanya tepat pada matanya. Lalu malaikatpun kembali kepada Allah SWT dan berkata: ya Robbi Engkau telah mengutusku kepada orang yang tidak menginginkan kematian. Allah menjawab: baiklah katakan pada Musa agar meletakan tangannya pada tubuh sapi dan katakan bahwa usianya akan ditambah sebanyak bulu sapi yang tertutup oleh telapak tangannya itu, 1 helai sama dengan 1 tahun. Seteleh pesan itu disampaikan Nabi Musa berkata: ya Robbi setelah itu apa? Allah menjawab: "setelah itu adalah kematian". Akhirnya Nabi Musapun berkata: kalau demikian halnya matikanlah saya sekarang".
      Jadi masalahnya bukan bagaimana caranya kita menghindari kematian itu. Karena kematian itu pasti datang, baik ditunggu ataupun dilupakan, baik dalam keadaan genting ataupun aman, dalam keadaan senang atau sedih. Tapi masalahnya yang penting adalah bagaimana keadaan kita ketika kita telah meninggal dunia, sudah masuk ke alam barzakh (kubur) kemudian masuk ke alam Akhirat. Apakah kita akan masuk ke dalam golongan orang-orang mu'min atau sebaliknya masuk ke dalam golongan orang-orang berdosa dan kafir.
Maka sewajarnyalah kita saling mengingatkan bahwa taatilah perintah perintah allah SWT dan rasulullah SAW, semoga kita selalu berada pada jalan yang lurus yang diridhoi oleh Allah SWT sampai pada kematian/ ajal menjemput kita.
      Dari Al-Bara' bin 'Azib, dia berkata: "Kami keluar bersama Rasulullah SAW (mengantarkan) jenazah seorang laki-laki Anshar. Kemudian kami sampai di kuburan, tetapi belum dibuatkan lahd. Maka Rasulullah SAW duduk, dan kami duduk di sekitar beliau. Seolah-olah di atas kepala kami (hinggap burung ). Ditangan beliau terdapat kayu yang beliau pukulkan ketanah sampai berbekas.
      Lalu beliau mengangkat kepalanya, kemudian bersabda: "Berlindunglah kepada Allah SWT dari siksa kubur!",-dua kali atau tiga kali- kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin, saat akan meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turun kepadanya malaikat-malaikat dari langit, wajah-wajah mereka putih, wajah-wajah mereka seolah-olah matahari. Mereka membawa kafan dari kafan-kafan sorga, dan hanuth (minyak wangi ) dari hanuth sorga. Sehingga para malaikat itu duduk dari hamba yang mukmin itu sejauh mata memandang.
      Dan datanglah malakul maut 'alaihis salam sehingga dia duduk dekat kepalanya, lalu berkata: "Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang baik, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaanNya!". Maka nyawa itupun keluar, ia mengalir sebagaimana tetesan air mengalir dari mulut qirbah ( sebagai wadah untuk menyimpan air yang terbuat dari kulit), lalu malakul maut itu memegangnya.
      Setelah malaikat maut itu memegangnya, mereka (para malaikat yang berwajah putih itu) tidak membiarkan nyawa itu -sekejap mata di tangannya, mereka mengambilnya, dan meletakkannya pada kafan sorga itu. Dan keluarlah darinya bau misk yang paling wangi yang dia dapati di atas bumi.
      Kemudian setelah itu mereka naik membawa nyawa tersebut. Tidaklah mereka melewati sekelompok para malaikat, kecuali sekelompok malaikat itu bertanya:"Ruh siapakah yang baik ini?". Mereka menjawab:"Si Fulan anak Si Fulan", dengan nama terbaik yang dia dahulu diberi nama di dunia. Sehingga mereka membawa nyawa itu sampai ke langit dunia. Kemudian mereka minta dibukakan untuk nyawa tersebut. Maka langit dunia dibukakan untuknya.
      Kemudian para penghuni pada tiap-tiap langit mengiringi nyawa itu sampai ke langit yang selanjutnya. Sehingga membawa nyawa itu berakhir ke langit yang ke tujuh. Lalu Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Tulislah kitab (catatan) hambaku di dalam 'iliyyin (tempat ruh kaum mukmin), dan kembalikanlah dia ke bumi. (Karena sesungguhnya dari bumi Kami telah menciptakan mereka,dan darinya Kami akan mengeluarkan mereka, pada waktu yang lain. Maka ruhnya dikembalikan) di dalam jasadnya.
      Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya:
“Kedua malaikat itu bertanya: "Siapakah Rabbmu?" Dia menjawab: "Rabbku adalah Allah".
“Kedua malaikat itu bertanya:"Apakah agamamu?" Dia menjawab: "Agamaku adalah Al-Islam".
“Kedua malaikat itu bertanya: "Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?" Dia menjawab:"Beliau utusan Allah".
“Kedua malaikat itu bertanya:"Apakah ilmumu?" Dia menjawab: "Aku membaca kitab Allah, aku mengimaninya dan membenarkannya".
      Maka penyeru dari langit berseru: "HambaKu telah (berkata) benar, berilah dia hamparan dari sorga, (dan berilah dia pakaian dari sorga), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga.
Maka datanglah kepadanya bau sorga dan wanginya sorga. Dan diluaskan baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang.
      Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan:"Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (kebaikan)". Maka ruh orang mukmin itu bertanya kepadanya: "Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?" Dia menjawab: "Aku adalah amalmu yang shalih". Maka ruh itu berkata: "Rabbku tegakkanlah hari kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istri dan hartaku".
      Dan sesungguhnya seorang hamba yang kafir, pada saat akan meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turun kepadanya malaikat-malaikat yang memiliki wajah-wajah hitam. Mereka membawa pakaian-pakaian dari rambu, sehingga duduk darinya sejauh mata memandang.
      Kemudian datanglah malakul maut, sehingga dia duduk di dekat kepalanya, lalu berkata:"Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang jahat, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahannya!". Maka nyawa itupun bercerai-berai di dalam jasadnya. Maka malakul maut mencabutnya, sebagaimana dicabutnya saffud (Gancu) dari wol yang basah. Lalu malakul maut itu memegangnya.
      Setelah malakul maut memegangnya, mereka (para malaikat yang berwajah hitam itu) tidak membiarkan nyawa itu -sekejap mata- di tangannya, sehingga mereka mengambilnya, dan meletakkannya pada pakaian dari rambut itu. Dan keluarlah darinya seperti bangkai yang paling busuk yang didapati di atas bumi.
      Kemudian mereka naik membawa nyawa tersebut. Tidaklah mereka melewati sekelompok para malaikat kecuali sekelompok para malaikat itu bertanya:"Ruh siapakah yang jahat ini?". Mereka menjawab:"Si Fulan anak si Fulan", dengan nama terburuk yang dia dahulu diberi nama di dunia. Kemudian minta dibukakan, tetapi langit di dunia tidak dibukakan untuknya. Kemudian Rasulullah Salallahu 'Alaihi wa Salam membaca: "Sekali-kali tidak dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum." (QS. Al-A'raf:40)
      Lalu Allah 'Azza wa Jalla berfirman:"Tulislah kitab (catatan) hambaku di dalam sijjin"(penjara dan tempat yang sempit) di bumi yang bawah, kemudian nyawanya dilempar dengan keras.
      Kemudian Rasulullah Salallahu 'Alaihi wa Salam membaca: "Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh." (QS: Al Hajj:31)
      Kemudian ruhnya dikembalikan di dalam jasadnya. Dan dua malaikat mendatanginya dan mendudukkannya:
“Kedua malaikat itu bertanya: "Siapakah Rabbmu?" Dia menjawab:"Hah, hah, aku tidak tahu".
“Kedua malaikat itu bertanya:"Apakah agamamu?" Dia menjawab:"Hah, hah, aku tidak tahu".
“Kedua malaikat itu bertanya:"Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?" Dia menjawab:"Hah, hah, aku tidak tahu".
      Maka setelah itu penyeru dari langit berseru: "Hambaku telah (berkata) dusta, berilah dia hamparan dari neraka, dan bukakanlah sebuah pintu untuknya ke neraka". Maka datanglah kepadanya panasnya neraka dan asapnya. Dan kuburnya disempitkan atasnya, sehingga tulang-tulang rusuknya berhimpitan.
Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya berpakaian buruk, beraroma busuk, lalu mengatakan:"Terimalah kabar dengan apa yang menyusahkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (keburukan)".
      Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya:"Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?" Dia menjawab: "Aku adalah amalmu yang buruk". Maka ruh itu berkata:"Rabbku, janganlah engkau tegakkan hari kiamat". (HR. Ahmad, dishahihkan Syaikh Al-Albani di dalam Ahkamul Janaiz dan Shahih Al-Jami' no:1672).
      At-Taimi rahimahullah berkata, 'Dua perkara yang memutuskan kenikmatan dunia dariku: Mengingat mati dan mengingat posisi saat berada di hadapan Allah SWT.' Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan mati, hari kiamat dan akhirat, lalu mereka menangis sehingga seolah-olah di hadapan mereka ada jenazah.
      Ad-Daqqaq rahimahullah berkata: Barangsiapa yang banyak mengingat mati, ia diberi kemuliaan dengan tiga perkara: Segera bertaubat, hati bersifat qana'ah, dan rajin dalam beribadah. Dan barangsiapa yang lupa terhadap mati, ia disiksa dengan tiga perkara: menunda-nunda taubat, tidak ridha dengan menahan diri dari meminta, dan malas dalam ibadah. Maka pikirkanlah -wahai yang terperdaya- tentang mati dan saat sakaratul maut, berat dan pahitnya. Wahai kematian, sebuah janji yang pasti benar dan hakim yang sangat adil. Cukuplah kematian yang melukai hati, membuat mata menangis, memisahkan kelompok, menghancurkan kenikmatan, dan memutuskan angan-angan. Apakah engkau sudah memikirkan wahai keturunan Adam di hari kematianmu, berpindahmu dari tempatmu. Dan apabila engkau telah dipindah dari tempat yang luas ke tempat yang sempit, sahabat dan rekanmu mengkhianatimu, saudara dan temanmu meninggalkanmu, dan mereka menutupimu dengan tanah setelah sebelumnya engkau diselimuti kain yang lembut. Wahai yang mengumpulkan harta dan bersungguh-sungguh dalam bangunan, tidak ada sesuatu pun untukmu selain kain kafan. Bahkan demi Allah hanya untuk kehancuran dan sirna, dan tubuhmu untuk tanah dan tempat kembali. Maka di manakah harta yang engkau kumpulkan? Apakah bisa menyelamatkan engkau dari huru hara? Sama sekali tidak, bahwa engkau meninggalkannya kepada orang yang tidak memujimu, engkau memberikan dengan dosa-dosamu kepada orang yang tidak memaafkanmu.
      Al-Hasan al-Bashari berkata: Sesungguhnya suatu kaum dilalaikan oleh angan-angan, sehingga ia keluar dari dunia tanpa mempunyai amal kebaikan. Salah seorang dari mereka berkata: Sesungguhnya aku berbaik sangka kepada Rabb-ku. Dia bohong, jika ia benar-benar berbaik sangka (husnuzh-zhann) tentu ia memperbaiki amal perbuatan, dan ia membaca firman Allah SWT: Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Rabbmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Fuhshilat:23).
      Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bahwa 3 hari sebelum wafat Rasulullah bersabda, "Janganlah salah seorang kalian meninggal dunia kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah."
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Anas bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Sering seringlah mengingat kematian, karena sesungguhnya hal itu bisa membersihkan dosa-dosa dan dapat membuat bersikap zuhud terhadap dunia.
      At-Tirmidzi dalam kitabnya An-Nawawir, bahwa al Hasan berkata, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,: "Tuhan-Mu Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung berfirman , Aku tidak menghimpun pada hambaku 2 rasa ketakutan sekaligus, dan tidak menghimpun 2 rasa aman sekaligus. Barang siapa yang takut pada-Ku di dunia, aku akan membuatnya aman di akhirat. Dan barang siapa yang merasa aman dari-Ku di dunia, Aku akan membuatnya takut di akhirat."
      Dari Abu Nu'aim dari Makhul, dari Ismail bin Ayyasy bin Abu Muadz alias Utbah bin Hunaid, dari Watsilah ibnul Asqa, bahwa nabi bersabda' "Saksikanlah orang-orang yang hendak meninggal dunia diantara kalian, tuntunlah mereka membaca kalimat La illaha illallah, dan berilah mereka khabar gembira dengan surga, sebab orang yang sangat bijaksana sekalipun akan bingung pada suasana menjelang ajal seperti itu. Dan pada saat itu setan sangat dekat dengan manusia. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, pandangan mata malaikat maut itu lebih dasyat sakitnya daripada seribu kali tebasan pedang. Dan juga demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar nyawa seorang hamba dari dunia sampai ia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.
      Tidak ada yang lebih ampuh nasehatnya daripada nasehat yang diberikan jenazah dan batu nisan, oleh karenanya menghadirkan gambaran keadaan kita ketika maut menjelang adalah perbuatan yang sangat utama bagi orang yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya. Wallahu A'lam

Sumber:
1. “Wawasan Alqur’an tentang kematian”, Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
2. “Rahasia kematian, alam akherat dan kiamat”, Imam al Qurtubi
3. “mengingat kematian & menyiapkan diri untuk menghadapinya”, Imam al-Qurthubi, Terjemah Moh. Iqbal Ghazali

1 komentar:

 
Ilham Melyundra - Rizki Melyundra - Tamy Choirunnisa