PACARAN DALAM PANDANGAN ISLAM

     Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.
     Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Dalam pacaran, ada aktivitas yang disebut dengan kencan. Aktivitas ini berupa kegiatan yang telah direncana maupun tak terencana.

      Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi dalam masyarakat individu-individu yang terlibat. Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan tradisi zaman kini, sebuah hubungan dikatakan pacaran jika telah menjalin hubungan cinta-kasih yang ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas seksual atau percumbuan (id.wikipedia.org/)
      Menurut kompas.com (Minggu, 13 Juni 2010) — Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan, ternyata 93,7 persen siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97 persen remaja SMP dan SMA pernah melihat film forno. Survei KPA ini dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia.
      Kalaulah definisi pacaran seperti yang dijelaskan diatas dengan menjurus pada kemaksiatan dan berbuah prilaku seperti hasil Survei Komisi Perlindungan Anak (KPA) diatas, maka hal itu tidak diperbolehkan, agama islam melarang/ mengharamkan hal semacam ini.
      Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak ada satu kalimatpun yang menjelaskan tentang pacaran. Dalam Islam hanya ada khitbah (tunangan). sebelum terjadi khitbah, di dalam Islam dianjurkan untuk berta’aruf (berkenalan) itupun seandainya jika kita sudah siap untuk nikah.
      Pacaran Bukanlah Penjajakan/ Perkenalan, kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar, apalagi kalau berprilaku seperti hasil survey KPA diatas.
      Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,”Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa’ fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha’ Bab Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661).
      Islam membenarkan ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui karakter/ sifat yang bersangkutan ( pada masa ta’aruf). Maka dalam masa ini, peran/ keterlibatan orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting. Istilah ta’aruf sebelum pernikahan sebagai instrument untuk mengenal calon pendamping dengan batasan-batasan syara’ harus dijaga, Tujuan ta’aruf disini adalah sebatas untuk mengenal karakter calon pasangan, bukan untuk pergi berduaan tanpa ditemani mahram atau keluarga. Ketentuan ini tetap berlaku sebelum terjadi pernikahan. Hadist Rasulullah saw. menegaskan “ Tidaklah diperkenankan bagi laki-laki dan perempuan untuk berkhalwat (berduaan), karena sesungguhnya ketiga dari mereka adalah syetan, kecuali adanya mahram.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim).Yang penting dari masa ta’aruf adalah saling mengenal antara kedua belah pihak, saling memberitahu keadaan keluarga masing-masing, saling memberi tahu harapan dan prinsip hidup, saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai, dan seterusnya. Kaidah-kaidah yang perlu dijaga dalam proses ini intinya adalah saling menghormati apa yang disampaikan lawan bicara, mengikuti aturan pergaulan Islami, tak berkhalwat, tak mengumbar pandangan.
      Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya dengan maksud untuk menikahinya dalam waktu dekat. Selama masa khitbah, keduanya harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, dilarang seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, merayu, memandang dengan nafsu, dan melakukan selayaknya suami istri. Untuk itu dianjurkan sering melakukan puasa sunnat, sebagai perisa baginya, Rasulullah saw bersabda : “Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai baginya” (muttafaq alaih)

Etika pergaulan dalam islam, antara lelaki dan perempuan garis besarnya adalah sebagai berikut:
  1. Saling menjaga pandangan di antara laki-laki dan wanita, tidak boleh terlihat aurat, tidak boleh memandang dengan nafsu dan tidak boleh melihat lawan jenis melebihi apa yang dibutuhkan. (An-Nur:30-31)
  2. Sang wanita wajib memakai pakaian yang sesuai dengan syari'at, yaitu pakaian yang menutupi seluruh tubuh selain wajah, telapak tangan dan kaki (An-Nur:31)
  3. Hendaknya bagi wanita untuk selalu menggunakan adab yang islami ketika bermu'amalah dengan lelaki, seperti:
    • Di waktu mengobrol hendaknya ia menjahui perkataan yang merayu dan menggoda (Al-Ahzab:32)
    • Di waktu berjalan hendaknya wanita sesuai dengan apa yang tertulis di surat (An-Nur:31 & Al-Qashash:25)
  4. Tidak diperbolehkan adanya pertemuan lelaki dan perempuan tanpa disertai dengan muhrim. 

Islam  memberikan batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam
hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri. Di antara batasan-batasan tersebut ialah:
1.   Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina.
            Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32) Maksud ayat ini, janganlah kamu melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan kamu pada perbuatan zina. Di antara perbuatan tersebut seperti berdua-duaan dengan lawan jenis ditempat yang sepi, bersentuhan termasuk bergandengan tangan, berciuman, dan lain sebagainya.

2.  Tidak menyentuh perempuan yang bukan mahramnya
       Rasulullah SAW bersabda, “Lebih baik memegang besi yang panas daripada memegang atau meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya). ”

3.  Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya
      Dilarang laki dan perempuan yang bukan mahramnya untuk berdua-duan.
Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak mahramnya, karena ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad)

4.   Harus menjaga mata atau pandangan
Sebab mata kuncinya hati. Dan pandangan itu pengutus fitnah yang sering membawa kepada perbuatan zina. Oleh karena itu  Allah berfirman, “Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka memalingkan pandangan (dari yang haram) dan menjaga kehormatan mereka…..Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka…” (QS. An-Nur: 30-31). Yang dimaksudkan menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak melepaskan pandangan begitu saja apalagi memandangi lawan jenis penuh dengan gelora nafsu.

5.   Menutup aurat
Diwajibkan kepada kaum wanita untuk menjaga aurat dan dilarang memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali untuk suaminya. Dalam hadis dikatakan bahwa wanita yang keluar rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk tubuh, memakai minyak wangi yang baunya semerbak, memakai “make up” dan sebagainya setiap langkahnya dikutuk oleh para Malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan berzina dengannya. Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium baunya surga (apa lagi masuk surga)

Disarikan dari:
1. Ibnu qayyim al jauziyah “jangan dekati zina” Tim Darul Haq-Jakarta
2. DR.Muh.Mu’inudinillah Basri“jangan dekati zina” Maktab Dakwah
3. Ahmad bin Abdul Aziz al-Hamdan  “Risalah Nikah” Darul Haq
4. Asri Widiarti “Tak Kenal Maka Ta'aruf” Era Adicitra Intermedia, Solo
5. Yahya Abdurrahman ”Risalah Khitbah”: Al-Azhar Press, Bogor
4. http://syariahonline.com/ dan beberapa situs lainya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Ilham Melyundra - Rizki Melyundra - Tamy Choirunnisa